Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

KUHAP Baru: Kontroversi Kewenangan Besar Penyidik Polri, PPNS Cuma Bisa Tangkap Atas Perintah?

Sabtu, 22 November 2025 | Sabtu, November 22, 2025 WIB Last Updated 2025-11-22T16:47:22Z


MP Lampung - PPNS dan Penyidik Tertentu tidak dapat melakukan penangkapan atau penahanan kecuali atas perintah Penyidik Polri. Ketentuan itu tidak berlaku bagi Penyidik Kejaksaan, KPK, dan TNI AL.


Berdasarkan informasi yang dihimpun melansir dari Hukumonline.co, Sabtu (22/11/25), bahwa ketentuan yang disorot kalangan masyarakat sipil dalam KUHAP baru adalah kewenangan Penyidik Polri sangat besar.


Polri sebagai Penyidik Utama, mewajibkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Penyidik Tertentu untuk melakukan koordinasi. Kewenangan PPNS dan Penyidik Tertentu juga minim, khususnya dalam melakukan penangkapan dan penahanan.


KUHAP baru mengatur untuk kepentingan penyidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan. Kewenangan itu juga untuk penyidik dan penyidik pembantu. “PPNS dan Penyidik Tertentu tidak dapat melakukan penangkapan kecuali atas perintah Penyidik Polri,” begitu bunyi Pasal 93 ayat (3) KUHAP baru.


Tapi ketentuan Pasal 93 ayat (3) itu dikecualikan bagi Penyidik Kejaksaan, KPK, dan TNI Angkatan Laut. Secara umum, penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan minimal 2 alat bukti.


Penyidik yang melakukan penangkapan memperlihatkan surat tugas kepada tersangka. Nah, penyidik harus memberikan surat perintah penangkapan kepada tersangka yang memuat identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat perkara tindak pidana yang dipersangkakan, dan tempat tersangka diperiksa.


Tembusan surat perintah penangkapan diberikan kepada keluarga tersangka atau orang yang ditunjuk tersangka atau ketua rukun warga/rukun tetangga tempat tersangka tinggal dalam waktu paling lama 1 hari terhitung sejak penangkapan dilakukan.


Surat perintah penangkapan tidak diperlukan dalam hal tertangkap tangan. Setelah penangkapan segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti kepada Penyidik atau Penyidik Pembantu.


Penangkapan dilakukan paling lama 1x24 jam, kecuali ditentukan lain oleh UU. Penangkapan tidak dapat dilakukan terhadap tersangka tindak pidana yang ancaman pidananya hanya pidana denda paling banyak kategori II.


Jika tersangka tidak memenuhi panggilan penyidik secara sah 2 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, penangkapan dapat dilakukan. Sedangkan, penangkapan dan/atau penahanan terhadap hakim harus berdasarkan izin Ketua Mahkamah Agung (MA).


Sama seperti penangkapan, penyidik berwenang melakukan penahanan. Penyidik Pembantu berwenang melakukan penahanan atas perintah Penyidik. PPNS dan Penyidik Tertentu tidak dapat melakukan penahanan kecuali atas perintah Penyidik Polri, ketentuan ini dikecualikan bagi Penyidik Kejaksaan, KPK, dan TNI Angkatan Laut.


Sementara Penuntut Umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan. Kewenangan penahanan itu juga dimiliki hakim melalui penetapannya.


Penahanan sebagaimana dimaksud Pasal 99 KUHAP baru hanya dapat dilakukan berdasarkan surat perintah penahanan atau penetapan hakim terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana atau melakukan percobaan atau pembantuan melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih.


Penahanan juga dapat dilakukan untuk tindak pidana yang diatur sejumlah Pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional). Seperti Pasal 213, dan Pasal 591.


Penahanan sebagaimana diatur Pasal 99 KUHAP baru dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan minimal 2 alat bukti yang sah, diantaranya sebagai berikut:


  • Jika mengabaikan panggilan Penyidik sebanyak 2 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah.
  • Memberikan informasi tidak sesuai fakta pada saat pemeriksaan.
  • Menghambat proses pemeriksaan, berupaya melarikan diri.
  • Merusak dan menghilangkan barang bukti.
  • Melakukan ulang tindak pidana.
  • Terancam keselamatannya atas persetujuan atau permintaan tersangka atau terdakwa dan/atau mempengaruhi saksi untuk tidak mengatakan kejadian sebenarnya.


Hingga demikian, Penyidik dapat melakukan penahanan pada tahap penyidikan untuk jangka waktu paling lama 20 hari. Perpanjangan penahanan diajukan kepada Penuntut Umum untuk waktu paling lama 40 hari. Kemudian Penyidik wajib mengeluarkan tersangka dari tahanan dalam hal jangka waktu perpanjangan penahanan maksimal 40 hari itu terlampaui.


Sementara, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menegaskan, aturan ini mengganggu independensi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penyidik tertentu karena berada di bawah penyidik Polri.


"Akibatnya kewenangan polisi semakin besar dan luas alias ‘super power’, mencakup pada bidang – bidang penyidikan kasus spesifik, dimana Penyidik Umum tidak memiliki keahlian khusus," ujarnya.


Padahal yang dibutuhkan PPNS dan Penyidik Tertentu adalah bantuan polisi untuk menangkap, mengejar atau melakukan upaya paksa lainnya. Bukan mengontrol seluruh proses penyidikan yang dipegang PPNS dan Penyidik Tertentu yang telah mendapat mandat dari UU masing-masing.


“Pengaturan khusus dalam Undang-Undang mengenai adanya Penyidik PPNS dan Penyidik Tertentu tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945,” pungkasnya. (*) 

×
Berita Terbaru Update