Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

KAJ Sulsel Sebut Majelis Hakim PN Jaksel Penyelamat "Kebebasan Pers"

Selasa, 18 November 2025 | Selasa, November 18, 2025 WIB Last Updated 2025-11-17T22:46:15Z


MP Makassar – Koordinator Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulsel, Muhammad Idris, mengapresiasi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan eksepsi Tempo dalam perkara gugatan perdata Menteri Pertanian Amran Sulaiman.


Idris menilai keputusan tersebut sangat tepat karena sesuai mekanisme hukum yang mengatur sengketa pers di Indonesia.


Menurutnya, gugatan yang diajukan Amran Sulaiman terhadap Tempo seharusnya tidak diperiksa oleh pengadilan umum. Pasalnya, sengketa terkait pemberitaan merupakan sengketa pers yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Penyelesaian sengketa pers sepenuhnya berada di ranah Dewan Pers, bukan pengadilan negeri.


“Karena ini sengketa pers, maka hanya Dewan Pers yang berwenang menyelesaikannya. Putusan ini sudah sangat tepat dan berada dalam koridor hukum,” kata Idris.


KAJ Sulsel juga menilai majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan layak disebut sebagai “penyelamat demokrasi dan kebebasan pers” karena tetap patuh dan tunduk pada Undang-Undang Pers dalam memutus perkara ini.


“Majelis hakim menunjukkan integritas yang tinggi. Dengan tetap merujuk pada Undang-Undang Pers, mereka ikut menjaga demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia,” tegasnya.


Sidang yang digelar pada Senin, 17 November 2025, dengan nomor putusan 684/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL, memutuskan:


1. Mengabulkan eksepsi tergugat.


2. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara ini.


3. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp240.000,00. (Dua ratus empat puluh ribu rupiah).


Direktur LBH Pers, Fajriani menambahkan, majelis hakim dalam putusan sela telah mempertimbangkan kewenangan pengadilan dalam memeriksa perkara jurnalis. Ia menilai langkah ketua majelis merupakan terobosan positif.


“Di beberapa perkara perdata melawan hak (PMH) terhadap jurnalis, seluruh proses sidang biasanya berlanjut hingga putusan akhir,” ujar Fajriani .


”Ini adalah kemenangan dan perjuangan pers. Saya harap hakim lainnya pun menjadikan perkara ini sebagai yurisprudensi jika memeriksa gugatan terhadap jurnalis. UU 40 Tahun 1999 tentang Pers sekali lagi menjadi rujukan dalam putusan sela PN Jaksel,” sambungnya.


Fajriani juga menyinggung “amicus curiae” dari mantan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, yang menegaskan bahwa kewenangan penanganan sengketa karya jurnalistik sepenuhnya diserahkan ke Dewan Pers.


“Dalam hal ini, majelis yang memeriksa perkara telah mempertimbangkan UU 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tambahnya.


Putusan ini menegaskan kembali bahwa setiap keberatan terhadap produk jurnalistik harus diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers sesuai ketentuan undang-undang pers No. 40 tahun 1999, bukan melalui pengadilan umum. (*)

×
Berita Terbaru Update