Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kasus Keracunan Program MBG Menjadi Perhatian Publik, Berikut Tanggapan Wakil Kepala BGN

Minggu, 28 September 2025 | Minggu, September 28, 2025 WIB Last Updated 2025-09-28T16:27:26Z


MP Jakarta - Maraknya kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi perhatian publik. Salah satu masalah yang disorot dalam maraknya kasus keracunan tersebut adalah karena para pengusaha mencari keuntungan dari program prioritas Presiden Prabowo Subianto. 


Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang menilai penyalahgunaan anggaran oleh para pengusaha satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) atau dapur MBG sangat kecil kemungkinannya terjadi dalam menjalankan program tersebut. Pasalnya, penyaluran anggaran itu diawasi oleh banyak pihak.


"Jadi uang, pertama biar ini konstruksinya, uang ini dari Kementerian Keuangan yang program MBG ini disalurkan melalui KPPN langsung masuk ke dapur SPPG," kata Nanik saat Konferensi Pers, melansir Republika.co.id, Minggu (28/9/2025).


Anggaran itu masuk ke akun virtual atau virtual account rekening bersama antara mitra dan SPPG. Anggaran itu disebut hanya bisa diambil dengan persetujuan mitra dan SPPG. Artinya, salah satu pihak tidak bisa menggunakan uang itu tanpa ada persetujuan pihak lainnya. 


Nanik mencontohkan, mitra BGN tidak bisa sembarangan menggunakan uang untuk membeli bahan baku dari supplier yang tidak sesuai kebutuhan dapur. Sebaliknya, SPPG juga tidak bisa sembarangan menggunakan uang tanpa persetujuan mitra.


"Kan ada juga mungkin SPPI yang nakal bawa-bawa supplier gitu. Ya saya gak mau, ngapain tiba-tiba mesti ngambil stroberi jauh-jauh, misalnya. Jadi ini sebetulnya kontrol, kontrol dana pemerintah," ujarnya.


Nanik mengatakan, anggaran untuk satu porsi MBG adalah Rp 15 ribu. Namun, tidak seluruh uang itu digunakan untuk kebutuhan makan.


Ia menjelaskan, dari total uang Rp 15 ribu, Rp 2.000 adalah untuk kebutuhan sewa usaha. Sewa usaha yang dimaksud mencakup sewa gedung, sewa tanah, sewa peralatan, sewa ompreng, dan berbagai kebutuhan lainnya, yang masuk ke kantong mitra BGN.


"Ini bukan keuntungan (mitra). Kan mitra ini investasi," ucapnya.


Ia menyebutkan, bentuk investasi yang dilakukan mitra adalah membangun dapur hingga menyediakan peralatannya. Menurut dia, investasi yang diperlukan untuk membangun satu dapur dengan peralatannya itu mencapai miliaran rupiah.


"Jadi anda hitung, (modal) dia akan kembali dalam berapa tahun? Kalau MBG-nya sedikit, bisa jadi dia lima tahun belum balik loh masuk uangnya," jelasnya.


Selain untuk biaya sewa, masih ada potongan dari uang Rp 15 ribu untuk setiap porsi MBG. Potongan kedua adalah Rp 3.000 dari setiap porsi untuk kebutuhan operasional, mulai membayar karyawan, listrik, internet, gas, sewa mobil operasional, transportasi, dan lainnya.


Setelah dikurangi biaya sewa dan operasional, hanya tersisa Rp 10 ribu. Sisa itulah yang sepenuhnya digunakan untuk kebutuhan membeli bahan baku bagi setiap porsi MBG.


"Kan ada orang, paling itu dibelanjakan itu hanya Rp 7.000, Rp 8.000, makanya menunya nggak bagus. Salah," tegasnya. 


Menurut dia, pembelian bahan baku untuk menu MBG tidak sama nilai uangnya setiap hari. Ia mencontohkan, kebutuhan belanja untuk hari ini bisa saja Rp 8.000 untuk setiap porsi MBG. Namun, biaya itu pasti akan dilebihkan pada hari lainnya.


"Karena makanya kalau belanja terus, dikasih susu terus, duitnya nggak cukup. Jadi dia akan dipaskan kira-kira hari Rabu satu kali susu dengan hari Jumat satu kali susu," kata dia.


Ihwal kemungkinan adanya kelebihan dana dalam rekening itu, Nanik menjelaskan, uang itu bakal tetap berada di rekening. Pihak mitra dan SPPG disebut tidak bisa menggunakan uang itu, karena dikontrol langsung oleh Kementerian Keuangan dan bakal diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).


"Jadi uang yang tersisa itu ada di rekening itu. Jadi tidak mungkin kalau uang yang MBG ini dikorupsi itu, enggak mungkin. Kecil lah, sekian persen," terangnya.


Ia menambahkan, SPPG juga telah memiliki data kebutuhan harga bahan pokok. Hal disediakan untuk meminimalkan kemungkinan mark up harga kebutuhan pokok oleh supplier. 


"Nah, kalau dia ini belanjanya, mitra ternyata lebih tinggi, dia (SPPG) enggak mau," imbuh Nanik.


Sebelumnya, politisi Partai Demokrat, Andi Arief, menduga maraknya kasus keracunan akibat MBG disebabkan pengusaha yang mengambil untung terlalu besar. Alhasil, kualitas makanan yang disajikan dinomorduakan.


"MBG; 15 ribu: 3 ribu untuk upah karyawan, 2 ribu keuntungan pengusaha, 10 ribu buat makanan (pasti dijalankan hanya 7 atau 8 ribu). Ini akar masalah keracunan dan kurangnya gizi," tulisnya melalui akun X, Kamis (25/9/2025).


Karena itu, ia meminta BGN lebih selektif dalam pemilihan pengusaha untuk menjadi mitra. Selain itu, para kepala daerah juga harus ikut mengontrol pelaksanaan MBG di wilayah masing-masing.

×
Berita Terbaru Update