Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Waspadai Jebakan Hukum Koperasi Desa Merah Putih, Setidaknya Ada 5 Bahaya Jebakan!

Rabu, 29 Oktober 2025 | Rabu, Oktober 29, 2025 WIB Last Updated 2025-10-29T17:14:19Z


MP Lampung - Sejak diresmikan, pendirian Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih dan terus dikembangkan, instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagaimana untuk mendorong percepatan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, terutama untuk mendorong Swasembada Pangan.


Targetnya, pada Maret 2026 mendatang sudah ada delapan puluh ribu Kopdes yang beroperasi. Sehingga sejumlah kebijakan dikeluarkan lintas Kementerian untuk mendukung percepatan pendirian Kopdes Merah Putih.


Di tengah upaya tersebut, Departemen Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, merilis kertas kebijakan Koperasi Desa Merah Putih "Risiko Hukum dan Pencegahannya".


Ketua Departemen HAN FH UGM, Richo A. Wibowo menjelaskan policy paper ini dirilis lebih cepat sebagai pengingat agar para pengambil kebijakan menerapkan prinsip kehati-hatian (carefulness) agar tidak terjebak dalam risiko hukum yang timbul.


“Kami mengingatkan sejak awal agar jangan sampai kena getahnya kita semua,” ujar Ketua Departemen HAN FH UGM, dalam rilisnya dilansir dari Hukumonline, pada Rabu (29/10/2025).


Perlunya menekankan asas kehati-hatian dengan melakukan kaji ulang terhadap produk hukum yang tersedia merupakan salah satu rekomendasi kebijakan yang disampaikan. Pemerintah diminta menjauhkan diri dari pengambilan keputusan yang instan dan terburu-buru dalam konteks penerapannya secara nasional.


Bagaimanapun, untuk meminimalisasi risiko hukum, masih perlu memperkuat pendampingan di tingkat desa, sekaligus menghadirkan peran lembaga pengawasan internal dan eksternal. Hasil kajian Departemen HAN Fakultas Hukum UGM menemukan lima bahaya jebakan hukum Kopdes Merah Putih.


Pertama, aneka produk hukum yang sudah ada didesain agar pejabat atau badan publik, termasuk kalangan perbankan, untuk condong menyetujui proposal bisnis yang diajukan Kopdes dalam rangka mendapatkan pendanaan dari bank.


Regulasi yang dihasilkan tak sepenuhnya menegakkan asas kehati-hatian dalam melakukan verifikasi rencana anggaran. Norma yang ada, lebih mengarah pada mekanisme persetujuan. Tren regulasi semacam ini juga dapat dijumpai pada hukum perizinan di bawah era UU Cipta Kerja.


Kedua, narasi produk hukum turunan tentang Kopdes tidak tampak memberikan informasi yang komprehensif. Produk hukum yang ada lebih menekankan besarnya akses pendanaan yang dapat diberikan. Memang ada narasi kontingensi bahwa apabila ada kerugian dalam bisnis Kopdes Merah Putih, ada kemungkinan dana desa atau dana alokasi umum/dana bagi hasil diblokir sebagian.


Pemerintah diminta menyampaikan kepada para pelaksana Kopdes untuk tidak menyelewengkan uang negara. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992tentang Perkoperasian menegaskan pengurus koperasi baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama menanggung ganti rugi yang diderita koperasi, baik karena tindakan yang disengaja maupun karena kelalaian. Bahkan, terbuka kemungkinan pengurus koperasi terjerat hukum pidana.


Risiko hukum semakin besar jika terjadi mispersepsi bahwa kerugian kopdes hanya akan mengakibatkan dana desa atau dana bagi hasil diblokir. Ada pertanggungjawaban hukum yang membebani pengurus kopdes.


“Produk hukum turunan tidak mengingatkan secara komprehensif terkait ancaman di UU Perkoperasian untuk pengurus koperasi, bahwa tanggung jawab perdata bahkan pidana melekat personal atas kesalahan, ketidakprofesionalan, atau perbuatan curang,” papar Hendry Julian Noor, dosen Fakultas Hukum UGM yang ikut serta kajian tersebut.


Ketiga, risiko ketidakcermatan pengurus Kopdes berpotensi semakin membesar karena produk hukum terkesan dibuat tergesa-gesa. Produk hukum Kopdes adalah Surat Edaran Menteri Koperasi Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, lalu dilanjutkan dengan kick off Kopdes pada 21 Juli 2025. Jangka waktu sekitar empat bulan dari terbitnya produk hukum, sosialisasi dan peluncuran dinilai kurang bijak dan logis untuk menghasilkan rencana bisnis yang berkualitas.


Keempat, risiko yang timbul akibat kebijakan memukul rata plafon anggaran pinjaman padahal situasi calon koperasi dana berbeda. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pinjaman Dalam Rangka Pendanaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, menunjukkan bahwa baik koperasi baru dan koperasi lama in-aktif, maupun koperasi lama diperlakukan dengan cara yang sama dan sama-sama diberikan akses dana dengan plafon yang sama besar. Seharusnya, risiko yang dihadapi ketiga jenis koperasi tersebut berbeda, screening berbeda, dan plafon maksimal yang tidak sama.


Kelima, basis target kuantitatif yang sumir berpotensi semakin menggerus sikap kehati-hatian saat melakukan verifikasi. Khawatirnya, target delapan puluh ribu kopdes menimbulkan tekanan psikologis bagi pejabat yang terlibat verifikasi proposal bisnis agar memberikan persetujuan. Lagi-lagi, sikap kehati-hatian sangat penting agar para pelaksana kopdes tidak terjebak risiko hukum.

×
Berita Terbaru Update