MP Tanggamus – Dana Desa adalah salah satu program dari pemerintah pusat yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat pedesaan, dimana pemerintah pusat telah menggelontorkan dana secara besar besaran untuk memprioritaskan pembangunan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat desa,namun hingga kini masih saja pengelolaan dana desanya terkesan amburadul
Hal itu juga yang terjadi di pemerintahan Pekon Sawang Balak, Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus, menjadi sorotan tajam setelah dugaan kebocoran anggaran Dana Desa (DD) mencuat ke permukaan.
Setelah laporan resmi Ketua Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Markas Anak Cabang (MAC) Cukuh Balak, Zainuddin, yang melaporkan dugaan penyimpangan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) ke Inspektorat beberapa waktu lalu, kini salah satu anggota Badan Hippun Pemekonan (BHP) ikut angkat bicara terkait amburadul nya pengelolaan dana desa di pekon Sawang Balak Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus.
Kepada awak media, anggota BHP yang enggan disebut namanya mengungkapkan kekecewaannya terhadap kepemimpinan Kepala Pekon (Kakon) Sawang Balak. Pasalnya, hingga saat ini, hak-hak mereka belum juga dibayarkan, meskipun dana desa tahap satu telah dicairkan.
"Siltap dan tunjangan kami belum dibayarkan oleh kakon. Bahkan, aparatur pekon lainnya pun mengalami hal serupa. Ini sudah masuk pertengahan tahun 2025, tapi hak kami belum juga diterima," tegasnya.
Ia menambahkan, alasan yang diberikan oleh pihak pekon kerap tidak masuk akal dan terkesan mengada-ada. Sebagai lembaga pengawasan di tingkat pekon, BHP merasa peran dan fungsi mereka diabaikan, bahkan dilecehkan.
"Kami ini bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi, gaji kami jelas tertera dalam ADD. Tapi kenapa bisa-bisanya tak dibayarkan berbulan-bulan? Ini bentuk pelecehan terhadap aparatur yang bekerja demi kemajuan pekon," tambahnya dengan nada geram.
Tak hanya soal gaji, ia juga membeberkan dugaan kebocoran lain dalam pengelolaan dana desa. Di antaranya, pengadaan lahan pemakaman yang diduga kuat mengalami markup harga, serta proyek fiktif seperti pembangunan rumah adat dan Tempat Pengajian Anak (TPA) yang tercantum dalam laporan, namun tak pernah ada secara fisik.
"Kami mohon kepada LMPI untuk memasukkan temuan ini dalam laporan tambahan ke Inspektorat. Kami tidak ingin Pekon Sawang Balak terus-menerus menjadi sarang penyimpangan," ungkapnya.
Ia menekankan, hak para aparatur dan BHP harus dipenuhi sesuai ketentuan. Ia juga meminta pemerintah daerah dan pihak pengawas segera turun tangan menyelesaikan kisruh ini agar kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana desa tidak hancur total.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Pekon Sawang Balak belum memberikan tanggapan ataupun klarifikasi atas berbagai tudingan tersebut. (Obi/Tim)