MP Lampung Selatan - Polemik Pergeseran Anggaran di Lampung Selatan, Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Lampung Selatan, Merik Havit, melontarkan kritik tajam terhadap kinerja Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dianggapnya tidak profesional dalam melakukan pergeseran anggaran masyarakat. Di Gedung DPRD Berjalan Kondusif dan Aman Menurutnya, pergeseran tersebut dilakukan tanpa koordinasi dan persetujuan pimpinan DPRD, sehingga dinilai melanggar ketentuan yang berlaku.
"Pergeseran anggaran minimal harus melalui persetujuan pimpinan DPRD. Tidak boleh TAPD melakukannya secara sepihak," tegas Merik, politisi PDI Perjuangan, pada Jumat (13/6/2025).
Selain itu, ia pun merujuk Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 77 Tahun 2020, yang mengatur pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah. Salah satu kasus yang disoroti adalah pergeseran anggaran di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), yang menurutnya menyebabkan kosongnya alokasi anggaran untuk e-pokir (pokok-pokok pikiran DPRD).
"Seharusnya hal ini bisa dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pimpinan DPRD. Sayangnya, kebijakan dilakukan sepihak dan berpotensi menabrak regulasi," tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPC Partai Demokrat Lampung Selatan, Muhammad Junaidi, menyampaikan pandangan berbeda. Ia menilai, bahwa pergeseran anggaran yang dilakukan pemerintah daerah justru dibenarkan oleh aturan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
“PP itu memberikan kewenangan kepada kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan untuk mengambil langkah strategis, termasuk pergeseran anggaran, dalam kondisi mendesak,” jelasnya.
Junaidi juga mengatakan, sepanjang jenis nya sama hanya bergeser objek tidak diperlukan pemberitahuan kepada DPRD.
Kemudian, ia merinci yang dimaksud dengan keadaan mendesak mencakup pelayanan dasar yang anggarannya belum tersedia, belanja mengikat dan wajib, pengeluaran yang tak terduga, serta pengeluaran yang jika tidak segera dilakukan dapat merugikan daerah atau masyarakat.
Disisi lain, ia juga menambahkan, mekanisme administrasi atas pergeseran tersebut tetap diatur, yakni melalui perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD, dan harus dicantumkan dalam laporan realisasi anggaran jika perubahan APBD tidak dibahas secara resmi.
“Jadi bukan berarti tidak ada dasar hukum, yang penting pelaksanaannya transparan dan berpihak kepada kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Menurut Junaidi, perlu dipahami bahwa kepala daerah merupakan eksekutif yang memang memiliki kewenangan untuk mengeksekusi kebijakan fiskal demi kepentingan pelayanan publik.
“Ini bukan soal pengangkangan aturan, tapi soal tanggung jawab terhadap kebutuhan masyarakat,” pungkasnya. (Sho)